Veri berkata mengembalikan sistem pilkada menjadi tidak langsung bukan solusi persoalan politik berbiaya tinggi. Sebab permasalahannya bukan pada sistem, tetapi pelaksanaan pemilihan di lapangan.
"Mestinya kalau ada tesis bahwa pilkada berbiaya tinggi maka rekomendasinya bagaimana tidak berbiaya tinggi. Bukan kemudian merombak sistemnya dari langsung menjadi tidak langsung. Itu yang menurut saya perlu diklirkan dulu," kata Veri kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/11).
Diketahui kepala daerah dipilih oleh DPRD merupakan sistem pemilihan yang diterapkan pemerintahan era Presiden Soeharto. Namun pada 2005 atau sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sistem pemilihan kepala daerah diubah menjadi dipilih langsung oleh rakyat. Lebih jauh Veri mengatakan sebenarnya upaya menekan biaya pilkada yang tinggi sudah dilakukan sejak pembahasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Tito diminta membuka kembali catatan Kemendagri terkait pembahasan tersebut.
Dia juga menyarankan Tito mengevaluasi proses pilkada dari awal, seperti proses pencalonan, penetapan, kampanye, hingga pemungutan suara. Menurut Veri ada beberapa masalah yang mengakibatkan biaya tinggi, seperti mahar untuk partai dan politik uang saat pemungutan suara.
"Sejak empat tahun lalu Mendagri (Tjahjo Kumolo) juga concern politik biaya tinggi ini adalah persoalan bersama. Hanya memang ndak boleh langsung lompat kesimpulannya, tapi mengupayakan bagaimana perbaikan-perbaikan itu dilakukan supaya politik tidak berbiaya tinggi," tutur Veri.
Jika Tito serius membenahi persoalan pilkada, Veri menilai perlu ada kajian mendalam bersama seluruh elemen kepemiluan. Sebab Kemendagri akan butuh banyak masukan agar kesimpulan evaluasi terhadap pilkada langsung tidak salah jalan."Ini yang memang menurut saya sih pemerintah melakukan kajian secara terbuka, mengundang seluruh elemen untuk mendiskusikan di mana letak persoalannya dan apa yang harus dilakukan," Veri menjelaskan.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengatakan berencana melakukan evaluasi terhadap pilkada langsung. Menurutnya pilkada secara langsung menimbulkan biaya tinggi dan memicu potensi korupsi kepala daerah.
Mantan Kapolri itu berkata setiap kepala daerah butuh sekitar Rp30 miliar untuk maju pilkada. Sementara total gaji yang diterima selama lima tahun hanya Rp12 miliar, menurut hitungan Tito."Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata Tito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11). (dhf/osc)
"kembali" - Google Berita
November 08, 2019 at 12:23PM
https://ift.tt/2pRuAmr
Tito Diminta Tak Wacanakan Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD - CNN Indonesia
"kembali" - Google Berita
https://ift.tt/2llnJPO
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tito Diminta Tak Wacanakan Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD - CNN Indonesia"
Post a Comment